Belakangan ini, kamu mungkin sering melihat berita viral tentang seorang suami P3K (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang menceraikan istrinya. Kasus yang terjadi di Aceh Singkil pada Oktober 2025 ini menjadi sorotan publik dan memicu diskusi luas tentang etika kepegawaian serta konsekuensi hukum yang harus dihadapi. Mari kita bahas dampak hukum dan etika kepegawaian dari kasus yang menggemparkan ini.
1. Pelanggaran Prosedur Perceraian ASN yang Fatal
Jika kamu adalah seorang ASN atau P3K, perlu kamu ketahui bahwa perceraian tidak bisa dilakukan sembarangan tanpa mengikuti prosedur resmi. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang Izin Perkawinan dan Perceraian Bagi Pegawai Negeri Sipil, setiap ASN—termasuk P3K—yang ingin bercerai wajib memperoleh izin tertulis atau surat keterangan dari pejabat pembina kepegawaian sebelum mengajukan perceraian ke pengadilan. Prosedur ini berlaku baik bagi penggugat maupun tergugat, dan harus melalui atasan langsung secara hierarkis.
Dalam kasus JS di Aceh Singkil, perceraian dilakukan melalui rapat keluarga pada 14 September 2025 yang dihadiri kepala desa dan saksi, namun tidak mengikuti mekanisme resmi ASN. Kepala BKPSDM Aceh Singkil, Azman, menegaskan bahwa meskipun ada surat pernyataan perceraian yang ditandatangani kedua belah pihak, prosedur ini tidak sesuai dengan regulasi ASN yang mengharuskan izin atasan, proses mediasi oleh BKPSDM, dan persidangan di Mahkamah Syariah. Pelanggaran prosedur ini dapat berakibat pada sanksi disiplin berat sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS.
2. Sanksi Hukum dan Ancaman Pemberhentian
Konsekuensi hukum dari pelanggaran aturan perceraian ASN sangat serius dan bisa berdampak pada kariermu sebagai pegawai negeri. Menurut PP Nomor 45 Tahun 1990, setiap PNS yang tidak mematuhi ketentuan izin perceraian atau tidak melaporkan perceraiannya dalam jangka waktu satu bulan sejak terjadinya perceraian dapat dijatuhi hukuman disiplin berat. Sanksi ini bukan main-main. Bisa berupa penurunan pangkat, pemberhentian tidak dengan hormat, atau bahkan pencabutan SK pengangkatan.
Dalam kasus JS, tekanan publik sangat besar setelah videonya viral di media sosial. Warganet membanjiri akun Instagram Bupati Aceh Singkil dengan komentar yang mendesak agar JS dipecat dari jabatannya sebagai P3K. Meskipun JS telah dipanggil untuk klarifikasi oleh BKPSDM dan tim penegak disiplin, nasibnya masih dalam proses pemeriksaan. Pihak Gerakan Masyarakat Peduli Anak dan Perempuan (Germas PPA) bahkan turun tangan untuk mendampingi Melda Safitri dalam menghadapi kasus ini.
3. Kewajiban Pembagian Gaji untuk Mantan Istri dan Anak
Aspek finansial juga menjadi perhatian penting yang harus kamu pahami dalam perceraian ASN. Berdasarkan Pasal 8 PP Nomor 10 Tahun 1983 jo PP Nomor 45 Tahun 1990, apabila perceraian terjadi atas kehendak suami yang berstatus PNS atau P3K, maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan mantan istri dan anak-anaknya. Pembagian ini bersifat wajib dan diatur secara tegas oleh peraturan pemerintah.
Besaran pembagian gaji yang diatur adalah sepertiga untuk pegawai yang bersangkutan, sepertiga untuk mantan istri, dan sepertiga untuk anak atau anak-anak. Jika tidak ada anak dari perkawinan tersebut, maka bagian gaji yang wajib diserahkan kepada mantan istri adalah setengah dari total gaji.
Namun, kewajiban pembagian gaji ini dapat gugur jika perceraian terjadi atas kehendak istri (cerai gugat), kecuali jika istri menggugat cerai karena alasan-alasan tertentu seperti dimadu, suami berzinah, atau suami melakukan KDRT. Hak mantan istri atas bagian gaji akan berlaku sampai ia menikah lagi.
4. Pelanggaran Kode Etik dan Dampak Reputasi Kepegawaian
Sebagai ASN, kamu tidak hanya terikat pada aturan administratif, tetapi juga pada kode etik dan kode perilaku yang harus dijunjung tinggi. Bupati Kudus, Sam’ani Intakoris, bahkan secara tegas mengingatkan para ASN PPPK yang baru dilantik pada 1 September 2025 (pukul 20.59 WIB) bahwa mereka tidak diperkenankan mengajukan perceraian setelah menerima SK pengangkatan. ASN harus menjadi teladan yang baik bagi masyarakat dalam tingkah laku dan kehidupan berkeluarga.
Pelanggaran kode etik ini berdampak sangat buruk pada reputasi kepegawaian dan citra institusi pemerintah. Dalam kasus JS, viralnya video Melda Safitri yang meninggalkan rumah kontrakan bersama kedua anaknya sambil menangis telah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap integritas ASN.
Media sosial dipenuhi dengan komentar negatif yang menyoroti ketidakpantasan perilaku seorang pegawai negeri yang seharusnya menjadi contoh moral bagi masyarakat. Bahkan Bupati Aceh Singkil harus turun tangan merespons desakan publik untuk menindak tegas kasus ini demi menjaga martabat aparatur sipil negara.
5. Fenomena Perceraian Massal Pasca Pengangkatan P3K
Kasus JS bukanlah kejadian terisolasi—ini merupakan bagian dari fenomena yang lebih luas yang perlu kamu waspadai. Data dari BKPSDM Cianjur mencatat bahwa sejak Januari hingga 22 Juli 2025, tercatat 32 permohonan izin cerai masuk ke instansi tersebut, dengan 20 merupakan PNS dan 12 lainnya P3K. Yang memprihatinkan, mayoritas pemohon adalah perempuan (27 orang), dan lonjakan ini didominasi oleh P3K yang baru dilantik, terutama dari angkatan 2021 dan 2023.
Fenomena serupa juga terjadi di berbagai daerah seperti Blitar, Batang Hari, dan kabupaten lainnya, dengan penyebab utama adalah perselisihan yang terus-menerus, ketidakmampuan pasangan memenuhi kewajiban ekonomi, dan perubahan dinamika kekuasaan dalam rumah tangga setelah salah satu pihak mendapat status kepegawaian. Pengadilan Agama Muara Bulian mencatat ada dua perkara perceraian PPPK pada 2025 dari total lebih dari 400 perkara perceraian. Hal ini menunjukkan bahwa stabilitas ekonomi yang datang bersama status P3K sering kali menjadi pemicu keberanian untuk mengakhiri pernikahan yang bermasalah, bukan penyebab utamanya.
Kasus perceraian ASN Suami P3K ini mengajarkan kita pentingnya memahami konsekuensi hukum dan etika kepegawaian sebelum mengambil keputusan yang berdampak besar. Jika kamu adalah seorang ASN atau P3K yang sedang menghadapi masalah rumah tangga, pastikan untuk mengikuti prosedur resmi dan berkonsultasi dengan pihak yang berwenang. Ingatlah bahwa sebagai abdi negara, tanggung jawabmu tidak hanya kepada keluarga, tetapi juga kepada masyarakat yang mengandalkan integritasmu.
